1. Aku= Dia, 2. Dia.

Hei, ada apa dengan hati?
Sudahkah kamu penuhi hak-haknya?
Sudahkah kamu beri ruang untuk Rabbmu di sana?
Atau hanya kau penuhi dengan bunga-bunga dunia yang kamu banggakan?
Hei, kapankah kamu merasa setenang bidadari?
Sedang kamu tak mengharapkan nikmat dunia berlebihan?
Harus ke mana kamu menemukan jalan yang pernah kamu lewati itu?
Jalan panjang  yang lurus dan nyaman.
Kamu tidak akan menemukan musuh-musuh yang mengintai satu pun.
Ya, karena kamu telah menang sebelum bertanding dengan mereka.
Kamu telah mengalahkan nafsumu atas dunia.
Ya, dulu.
Kini, ke manakah rasa aman itu?
Ketenangan yang abadi telah sedikit tergantikan dengan dunia.
Ah ya, betapa dunia itu melenakan.
Bahkan hingga hatimu. Tertipu.
Kamu memenangkannya. Dengan caramu.
Cara yang menyakiti orang lain.
Kamu puji yang lain, sedang kau luput atas saudaramu di sini.
Ya, menangis karena merasa berdosa.
Itu yang temanmu lakukan.
Kamu menyakiti hatinya.
Perasaannya.
Aku tahu kamu tak ingin menyakiti hatinya.
Menyakiti hati yang kau ‘cintai’ itu.
Karena aku tahu kenyataan rasa di hatimu.
Kau yang mengatakannya, juga terpancar dari wajahmu yang merona.
Kata-katamu yang mencoba bersembunyi dari ‘rasa’ nyata itu.
Kamu maki dia dengan kosakata yang sangat ‘halus’.
Kamu lakukan itu di depan forum yang amat dicintainya.
Padahal sungguh dia hanya mencoba peduli pada ‘mereka’.
Kamu membelanya. Dengan menyakiti saudaramu di sini.
Kamu lebih mencintainya dibandingkan saudaramu yang di sini.

Kamu lebih mencintainya, hingga lupa dengan yang di sini…


0 komentar:

Posting Komentar