Esensi Kumpul Bersama Teman

Betapa kita sering sekali mendengar ataupun mengucapkan dua kata yang demikian memiliki arti dan mengandung makna yang sangat dalam, yaitu “Teman Sejati”. Teman sejati juga dapat kita misalkan bukan hanya sebagai calon pasangan kita nanti. Teman sejati dapat kita misalkan pada teman terdekat kita, yang sudah sangat soulmate dengan kita, selalu bersama dalam suka maupun duka, serta bersama dalam menegakkan kebenaran dan kebaikan tentunya.
Sebagai remaja, tentu Ana sangat mengerti keadaan yang sudah menjadi suatu hal yang sangat wajar di kalangan remaja beberapa tahun terakhir. Kumpul-kumpul atau sering disebut nongkrong-nongkrong sudah menjadi rutinitas yang konstan dilakukan remaja di sekitar kita. Meskipun sudah menjadi suatu kebiasaan, namun itu tentunya bukan berarti bisa menjadi sesuatu yang etis untuk dilakukan. Pada dasarnya, berkumpul adalah suatu kegiatan yang sangat bagus apabila dilakukan untuk membicarakan tentang hal-hal positif. Namun, akan sangat disayangkan apabila esensi kumpul-kumpul seperti yang dilakukan para remaja tersebut diisi dengan sesuatu yang sia-sia. Disadari atau tidak, pembicaraan yang dilakukan pada saat nongkrong-nongkrong itu akan memancing kepada obrolan yang tidak perlu, seperti membicarakan orang lain, cerita-cerita yang dapat memancing kepada hal yang menyebabkan mudharat kepada Allah. Na’udzubillah… Ibnu Qayyim Aljauziyah membedakan berkumpul menjadi 2 jenis. Yang pertama adalah “Engkau berkumpul untuk mencari kepuasan”. Dan yang kedua adalah “Engkau berkumpul bersama mereka untuk mencari keselamatan”. Dua jenis yang disebutkan di atas tentunya memiliki makna yang sangat signifikan. Pada jenis berkumpul yang pertama, acara kumpul-kumpul hanya di tujukan kepada hedonisme semata. Dan mudharat akan lebih mendominasi dibandingkan dengan manfaatnya. Sedangkan, pada esensi kumpul yang kedua, ditujukan untuk saling member nasihat dalam hal kebenaran dan kesabaran. Oleh karena itu, kegiatan kumpul yang jenis kedua akan sangat menguntungkan kita karena sangat bermanfaat. Namun, di samping manfaatnya, kita juga perlu hati-hati terhadap kumpul yang jenis kedua ini, karena ada 3 hal yang harus diperhatikan, yaitu: Saling membanggakan dan menampakkan kehebatan masing-masing Perkataan lebih banyak diobral dari ukuran yang dibutuhkan Menjadi tradisi dan terkadang memotong maksud yang sesungguhnya Tiga hal tersebut adalah godaan syaitan yang terkutuk untuk menjerumuskan manusia. Oleh sebab itu, kita perlu mengevaluasi kembali kegiatan yang telah kita lakukan untuk dikaji dan menjadi pengalaman, sehingga kita menjadi makhluk yang senantiasa berusaha menjadi lebih baik. Wallahu’alam bisshawab.

It's Cathanofta- Change the Age not Follow the Age!

They said: Me= concert,talkative,impressionable,peeve,nice,care. Thanks :)

itu semua mereka loh yang mengatakan. anak-anak Cathanofta :)
thank you so much! I'll be better, insyaAllah :):)

here we are!


habis lomba 17-an :D


Iftor jama'i :)


hehe ini pas lomba folksong 17-an tahun ini, and we are the winner!!! :D

the members are:

Abdullah Syafi'i
Agung Muhamad Dermawan
Aisyah Naqiyyah
Dalatina Peloggia Gustianingsih
Eraria Rahmatillah
Farid Farhan Rasyid
Fajar Rizkullah Amin
Indah Dwi Pratiwi
Irham Naufal Fadhila
Khaulah Naqiyyah Farhana
Muhammad Abdul Aziz
Nurhayati Nufus
Sarah Fadhilah Safitri
Tb. Muchtar Ikmal Kamaludin

Aku, Menjadi Intan



“Assalamu’alaikum Farin..” seseorang menepukku dari belakang. Seorang wanita rupanya, ialah pemilik suara itu.
“Wa’alaikumsalam... eh Nabila, ada apa ya?” tanyaku agak heran karena jarang sekali kami mengobrol.
“Eh, enggak, nanti kamu ada acara enggak hari Minggu ini? Rencananya aku dan beberapa teman akan mengadakan pertemuan halaqoh gabungan gitu di fakultas, dan mengajak para remaja lainnya... bagaimana?”
Kulihat dari matanya, ada sedikit keragu-raguan dari cara pandang yang sayu itu. Matanya memang terlihat seperti itu sejak aku mengenalnya. Bukan, bukan sayu yang sebenarnya, melainkan seperti ada sesuatu yang amat lembut yang memancar dari cara dia menatap. Entah, belum pernah aku lihat cara pandang mata yang seperti itu dari teman-temanku yang lain.
“Ehm, hari Minggu yah? Sepertinya enggak ada acara deh, halaqoh? Itu acara apa yah?” tanyaku yang baru pertama kali mendengar kata “halaqoh”.
“Hm, halaqoh itu suatu perkumpulan remaja muslim, biasanya dibina oleh murabbi yang sudah biasa menjadi musyrif di kelompok-kelompok halaqoh lainnya..”
“Aduhh, aku makin enggak ngerti deh kamu ngomong apa barusan? Musyrik? Bukannya itu orang kafir yah?” pertanyaanku semakin ngawur bersamaan dengan banyaknya kosakata baru yang tadi kudengar dari nabila.
Ia tersenyum menanggapi pertanyaanku yang mungkin serasa lucu didengarnya.
“InsyaAllah kamu akan tahu apa itu halaqoh saat kamu menghadiri acaranya hari minggu, datang ya... afwan, aku duluan, sudah azan...” sudah ashar rupanya. Dia melambaikan tangannya mengajak aku ikut ke masjid kampus, senyumnya pun belum juga lepas dari wajah manisnya itu, telunjukku refleks membalas menunjuk ke laptop yang sedang aku pakai dan jam tanganku. Sibuk, itu maksud isyarat tanganku. Aku akan sholat, tapi bukan sekarang.
Nabila adalah temanku satu jurusan di fakultas. Kebetulan kami teman sekelas. Nabila adalah seorang aktivis dakwah di salah satu organisasi kampus. Namanya sudah tidak asing lagi di fakultas, karena eksistensinya di kalangan mahasiswa yang dapat mengobarkan semangat berjihad. Itu menurut temanku.
Aku sendiri baru mengenalnya beberapa minggu lalu. Awalnya akupun tidak tertarik untuk mengetahui tentangnya, namun ternyata takdir mempertemukanku. Ibuku merupakan teman satu kuliah dengan ibunya nabila. Tiga minggu yang lalu, ibu secara tidak sengaja bertemu dengan bu Ratna, nama ibu nabila. Mau tak mau, akupun mengenalnya.
Meskipun saling kenal, kami tak pernah sekalipun saling sapa. Aku agak risih juga jika bersama orang yang sangat fanatik tentang islam. Kebanyakan dari temanku yang fanatik itu, berani dengan angkuhnya mengekslusifkan diri. Merasa sudah benar menjadi manusia yang taat, padahal minum saja terkadang masih berdiri.
Akhirnya hari minggu mendatangiku. Aku izin ke ibu. Kukatakan yang sebenarnya. Entah sebab apa, ibu terlihat senang sekali saat aku bilang akan menghadiri perkumpulan halaqoh. Ternyata ibu selama ini memang mengharapkanku untuk mengikuti kegiatan tersebut. Siapa yang tahu, jika ibu tidak pernah mengatakan?
Aku diantar oleh bang Sabiq, kakakku satu-satunya. Enak juga punya kakak yang bisa diandalkan, pikirku. Abang sabiq mengantarkanku sampai ke depan gerbang kampus. Aku sedikit terburu-buru sesaat setelah pamit dan salim ke bang sabiq, takut terlambat.
Mungkin acara baru saja dimulai saat aku datang. Aku masih bisa mendengar sayup-sayup mc yang baru saja membuka acara dengan ucapan salam. Aku segera melihat sekeliling yang sudah ramai dipenuhi para wanita berjilbab lebar-lebar, jilbaber sebutannya.
Akhirnya kami memasuki ke acara inti. Terus terang, baru kuketahui bahwa acara halaqoh nyaris mirip dengan acara diskusi yang biasa aku lakukan di kampus. Bedanya hanya pada adanya murabbi atau pembimbing di dalam sebuah halaqoh. Mungkin kegiatan seperti ini bisa aku teruskan, toh tidak ada salahnya menambah ilmu.
Tidak terasa sudah sebulan aku mengikuti kegiatan halaqoh ini. Lama-kelamaan aku mulai malu mengenakan jilbab yang sangat standart dibandingkan teman-teman yang lain di halaqoh. Aku mulai mencoba mengenakan jilbab yang agak lebar. Namun rasa malu terhadap pandangan teman-teman atas perubahanku ini masih aku rasakan.
Hingga di suatu pagi selepas sholat subuh berjamaah ada seorang perempuan sekelasku mengajak ngobrol, indah namanya. Awalnya kami mengobrol biasa saja hingga aku melepas mukenaku dan dia agak sedikit terperangah juga melihat jilbabku yang lebar itu. Tanpa memikirkan perasaanku dia berkata
“Ih rin, kamu kenapa sih, ko berubah seperti ini?”
Wajahnya menunjukkan ketidaksukaan sekaligus kaget. Belum sempat aku menjawab, ia sudah meneruskan rentetan kata-kata lagi. Ini yang paling menyakitkan.
“Kalau seperti ini, sama saja kamu tuh menjeplak si nabila, tahu enggak!”
“Ya bukan seperti itu niatnya, aku cuma ingin menjadi lebih baik saja. Toh aku mengetahui bahwa seharusnya wanita itu lebih menjaga...”
“Ya tapi enggak nyaris mirip seperti nabila juga kan? Kamu tuh jadi seperti ngikutin nabila tahu enggak!”
Mungkin seketika aku ingin berkata seharusnya dia menyaring kata-katanya sebelum berkata demikian. Percakapan itu masih berlanjut.
“Bukan seperti itu niatku... aku seharusnya memulai ini dari dulu.. memangnya kamu tidak suka dengan perubahanku ini?”
Pertanyaanku agak sedih. Ternyata teman dekatku yang aku pikir akan mendukungku justru menjadi cobaan buatku.
“Iyalah, masa Farin yang dulu aku kenal, jadi plagiat seperti ini sih?”
Dia masih menunjukkan rasa yang amat tidak suka. Aku hanya tertunduk sambil membalas kata-katanya.
“Kenapa seperti itu ndah? Aku pikir kamu akan mendukung perbaikanku ini, ternyata malah sebaliknya. Kalau kamu berpikir demikian, ternyata aku harus lebih dulu berda’wah untuk temanku, yaitu kamu. Bukan untuk orang lain dulu.”
“Ya sudah, yang pasti kamu itu menjeplak si nabila. Aku enggak suka dengan plagiat!”
Indah pergi meninggalkanku. Ia tidak peduli padaku yang sudah sendiri di dalam masjid kampus. Hatiku panas, sakit sekali rasanya. Ternyata memang susah untuk mempertahankan perubahan yang baik ini. Yang aku sayangkan adalah cobaan itu datang kepadaku melalui teman dekatku. Mengapa harus dia yang mengatakannya ya Allah...
Minggu pagi itu Indah meninggalkanku. Biasanya kami selalu jalan-jalan pagi selepas sholat subuh setiap minggu. Kebetulan kami satu organisasi dan sering menginap di kampus untuk mengejar deadline tugas. Namun tidak pagi ini. Aku tak dapat menahan air mataku karena menahan marah dan juga kecewa terhadap kata-kata indah.
“Ya Allah, kenapa justru cobaan itu datang dari temanku sendiri....?”
Aku terus berdoa dan memohon untuk tetap selalu istiqomah dalam da’wah ini.
Di suatu siang, aku sedang berdiskusi dengan nabila.
“Nabila, aku ingin menanyakan satu pertanyaan kepadamu, boleh?” tanyaku agak segan bertanya kepadanya.
“Boleh, ingin bertanya tentang apa?”
“Tentang keistiqomahan kamu... kamu pernah tidak mengalami kesulitan saat kamu mengenakan jilbab yang sangat lebar itu? Maksudnya, pernah tidak ada orang yang tidak suka dengan penampilanmu yang seperti ini? Dan satu lagi, mengapa kamu sampai bisa beristiqomah hingga detik ini?”
Nabila tersenyum dan mengambil napas beberapa detik.
“Pernah... dulu, sewaktu aku SMA, ada guru olahraga yang terlihat sangat tidak suka terhadap apa yang aku pakai saat pelajaran olahraga. Aku memakai kaos lagi di dalam baju olahragaku yang pendek itu. Niatku Cuma satu, yaitu menutupi bagian tubuhku yang tidak tertutupi oleh baju olahraga. Namun sepertinya guru itu tidak suka. Mungkin baginya aku telah berbuat tidak sopan terhadap mata pelajarannya. Guru itu selalu tidak pernah menganggapku ada setiap kali pelajarannya. Hingga akupun bertanya kepada ummiku, bagaimana caranya menanggapi seseorang yang tidak suka terhadap kita.. ummi mengatakan bahwa kita harus tetap tersenyum kepada siapapun, entah orang itu menyukai ataupun membenci kita. Jangan pernah membenci orang lain.. Minggu demi minggu aku selalu menanggapi setiap tanggapan orang lain dengan tersenyum, hingga akhirnya guru itupun menjadi ramah terhadapku. Mungkin ia berpikir, bukan suatu kesalahan bahwa anak didiknya ada yang ingin lebih menjaga sesuatu yang dimilikinya..”
“Subhanallah... lalu, mengapa kamu bisa sampai istiqomah sampai detik ini?”
“Niatanku hanya satu, yaitu Allah Ta’ala..”
“Maksudnya?” aku tak mengerti.
“Niatku untuk tetap istiqomah adalah aku ingin menjadi muslimah sejati yang hanya mencintai Allah. Aku ingin menjadi muslimah terbaik di hadapan Allah. Hanya itu....”
“Subhanallah,”
Hanya kalimat itu yang menghiasi lisanku. Aku baru sekali ini menemui seorang perempuan yang memiliki niat tulus yang sangat suci. Perjuangan selanjutnya adalah keistiqomahanku dalam menghadapi berbagai ujian yang akan Allah berikan padaku. Aku juga ingin menjadi muslimah terbaik untuk Allah. Karena bagiku, ini adalah jalan untuk meniti rasa cinta kepada Allah. Aku yakin, barang siapa memudahkan urusan Allah, maka Allah pun akan mempermudah urusannya. Wallahu’alam.

Hukum Diri

Teronggok hitam di atas putih
Pelajari hukum dalam kehidupan
Kesabaran wujudkan rindu pada-Mu

Kala tersentuh malam
Teringin mengulang masa
Agar noda tak menyikut hati
Atas kehidupan yang mumpuni

Berbicara kuasa mutlak pasti
Kepemilikan yang selalu Esa
Hanya angin dingin ku raih
Saat mata hati yang rindu KERUH…!

Cerita kian bersambut
Torehkan asa bercita bersaratkan cinta
Ku seonggok daging lemah
Hanya jiwa yang tak kenal CUKUP
Bersarang keadaan yang berkelanjutan
Dalam sadar terlupa jua
Kuatku atas rasa kalbu diri
Tanda hati yang mulai berujar-kembali
Tak terkenang yang pernah terjadi
Ingin terus mengundang indah nyata
Tak mau termakan goda

Apapun ada dan kepuasan tersendiri
Tersudut merutuk menuntut maju
Kapan terakhir diri tak terlukai?
Atas kealpaan hati insan Illahi
Mengisahkan kisah hampa-lapar
Satu hati nyaris mati!
Hampir tak terkendali nyawa
Raga tak kuasa penuh
Kapan terakhir kau ingat lagi?
Tak bisakah tersadar meski ragu
Tergugah ketika takut sergap mati
Sudahkah cerita kita berakhir?
Hingga kutersadar aku masih di sini



Alhamdulillah... Resensi Diterima. ^^

Berawal dari penawaran Bu Hamidah selaku guru bahasa indonesia di sekolah ana tentang keikutsertaan ana sama itu lomba resensi buku Denny JA "Atas nama cinta"(liat posting blog tanggal 11 Mei). Ana akhirnya ikut, ya karena juga mau nguji mental untuk yang kesekian kalinya -_-
Awalnya ana memang malas, karena yaa gitu, ana masih belum pede sama tulisan ana sendiri.ckck payah ya, ini mah namanya menyerah sebelum berperang. Tapi akhirnya ana coba dan akhirnya jadilah dua setengah halaman A4 yang ana ketik sesuai dengan ketentuan tertulis dari peraturan lomba itu. Ya meskipun itu masih lumayan jauh sih sama ketentuan maksimal halaman resensinya(2-4 halaman). yang pasti ana udah coba nulis dan berusaha semampu ana. Hari pengumuman pemenang yang rencana dilaksanakan tanggal 20 Mei ditunda, jadinya tanggal 3 Juni kemarin. Agak pesimis juga sih, karena ternyata Ida temen ana satu sekolah yang juga ikut lomba ini buat resensi sebanyak 4 halaman, ckckck waduh ana jadi hopeless dah.
Tibalah hari pengumuman yang bertempat di Mutiara Carita Cottage Labuan-Banten. Toeeew ane kaget, ternyata yang ikut itu lomba ada 100 lebih anak smp dan sma di wilayah Banten, meskipun kebanyakan dari daerah Pandeglang dan Labuan sih. Tetep aja cukup buat ana spot jantung(gak deh, becanda doang hihi^^) akhirnya acara dimulai. Diawali sama sambutan-sambutan yang berjalan sampai sekitar jam 10-an, dilanjutkan dengan bedah buku yang berjalan sampai dengan pukul 12.30. Setelah itu ada ishoma. Selesai ishoma, ada acara menonton bersama film dari puisi Romi dan Juli dari Cikeusik. dan teretetettet tibalah waktu pengumuman. Ana sama Ida udah sama-sama cemas, kalau Bu Tia ya,, asik-asik aja deh. Nama Juara harapan 3 sudah diketahui, dan itu bukan kami berdua. Harapan 2 jua, kami pun bukan. tibalah Harapan ke 1.... betapa kagetnya ana, nama ana yang barusan disebutkan...Subhanallah, Alhamdulillah. Pada perlombaan ke-sekian kali yang ana ikuti, akhirnya ana untuk pertama kalinya bisa mengharumkan nama baik sekolah ana.^^





Senang? tentunya. .alhamdulillah..hihi selain dapat plakat dan sertifikat, juga ada hadiah untuk uang pembinaan. yah lumayan untuk ditabung buat persiapan kuliah nanti. insyaAllah. oh iya, ini dia resensi buku ätas nama cinta" buah karya ana... selamat membaca...^_^

Hakikat Cinta dalam Tempurung Diskriminasi

Judul : Atas Nama Cinta – Sebuah Puisi Esai
Pengarang : Denny JA
Penerbit : ReneBook
Warna Sampul : Merah Maroon
Tebal :216 hlm.; 21x18,5 cm
(Cetakan 1: April 2012)

Eksistensi puisi menjadi hal yang sudah banyak diperbincangkan di kalangan masyarakat, khususnya di kalangan pecinta puisi itu sendiri. Pembaharuan tak henti-hentinya dilakukan dalam mamajukan sastra Indonesia. Pembaharuan ini menimbulkan pertanyaan tentang seberapa besar isi puisi itu terasa hidup, bukan hanya dalam imajinasi tapi juga dalam kehidupan sosial masyarakat. Pecinta sajak menjadi pembaca setia karya sastra khususnya karya sastra dalam bentuk puisi.
Telah banyak bentuk puisi yang menggunakan bahasa bersifat sangat berlebihan juga sewenang-wenang dan tidak sesuai dengan kondisi sosial dalam masyarakat luas. Hal tersebut menjadi doktrin atau pencitraan terhadap kondisi dalam masyarakat tertentu yang sebenarnya hanyalah imajinasi dari seorang sastrawan. Di satu sisi, tidak sedikit pula sastrawan yang menciptakan buah karyanya berdasarkan fakta yang berlaku dalam kehidupan sosial. Namun kerapkali unsur emosi tak dapat disembunyikan dalam bahasa puisi yang bersumber dari kehidupan masyarakat tersebut. Hal yang demikian menciptakan kejenuhan dari banyak pihak termasuk para pembaca setia sastra. Di saat seperti ini sangat diperlukan puisi yang seolah-olah dapat berbicara dan tidak terlalu berangan-angan sehingga menjadi sesuatu yang langka dan berharga untuk dibaca.
Di tengah kejenuhan sastra tersebut lahirlah sebuah inovasi dalam bentuk puisi yang menggabungkan kedua poin penting tersebut. Dengan sebutan sebagai puisi esai, Atas Nama Cinta mendapatkan sorotan dan perhatian khusus dari kalangan penyair yang sudah melegenda, seperti Sapardi Djoko Damono, serta Sutardji Calzoum Bachri. Dengan bertemakan “Cinta” yang disatukan dengan “Diskriminasi” juga “Perlawanan”, Denny JA yang merupakan seorang penulis, aktivis dan peneliti ini telah dapat menggabungkan unsur esai ke dalam bentuk puisi, sehingga tersampaikanlah sisi batin serta argumennya sebagai seorang pengamat sebuah konflik atau masalah sosial.
Dalam buku puisi-esai ini, diceritakan lima buah puisi yang memiliki kesamaan karena masing-masing puisi menceritakan tentang para korban isu diskriminasi. Selain itu, para korban dari isu diskriminasi tersebut juga selalu diperlihatkan berjuang, tak penting apakah ia menang atau kalah. Dalam sebuah kehidupan sosial masyarakat, bukanlah suatu akhir dari sebuah perjalanan atau perjuangan hidup yang menjadi inspirasi dalam perputaran kehidupan selanjutnya, melainkan nilai dari proses perlawanan itu sendiri.
“Fang Yin, kau anak Indonesia sejati
Jangan pindah menjadi warga lain negeri.”(halaman.44)
Cuplikan salah satu puisi-esai tersebut telah menggambarkan perlawanan yang dilakukan oleh Fang Yin dalam puisi-esai “Sapu Tangan Fang Yin” yang tidak ingin kembali ke Indonesia meskipun telah sangat merindu pada negerinya itu. Kisah perjalanan jatuh cinta pada Indonesia setelah sebelumnya melalui berbagai derita. Kisah yang mengungkapkan bahwa setiap orang tidak mustahil bangkit kembali dari keterpurukan yang kemudian berubah menjadi mencintai yang dibenci karena telah menguasai diri dengan keikhlasan.
“Mampus kau hati yang ragu
Hidupku tertawan kembali oleh topeng
Topeng lagi, topeng lagi…”(halaman.138)
Berbeda dengan cuplikan puisi sebelumnya, cuplikan puisi-esai di atas lebih menggambarkan ketidakmampuan untuk melawan takdir yang telah ditentukan Tuhan atas dirinya. Jati diri yang sebenarnya dimiliki oleh Amir dalam puisi-esai “Cinta Terlarang Batman dan Robin” tetap tak mampu ia ungkapkan hingga ia menyesal terhadap kehidupan selanjutnya setelah semuanya terjadi. Namun di akhir puisi-esai ini tetap diceritakan keputusan yang diambil pada akhirnya, entah itu menang ataupun kalah.
Selain kedua puisi-esai tersebut, di paparkan juga 3 puisi-esai lainnya yang tetap bertemakan “Isu Diskriminasi”, antara lain “Romi dan Yuli dari Cikeusik”, “Minah Tetap Dipancung”, serta “Bunga Kering Perpisahan”. Puisi-Esai ini telah mengangkat isu-isu yang sepanjang pengetahuan pembaca pada umumnya, belum pernah diungkapkan dalam puisi yang selama ini kita kenal, seperti isu tentang aliran tertentu, TKW, perbedaan agama, serta serta peristiwa sosial lain dalam bentuk sajak-sajak panjang lengkap dengan disertai catatan kaki. Penyertaan catatan kaki dari setiap puisi menjadikan pembaca bukan hanya menikmati setiap kisah yang diuraikan oleh lirik puisi, tetapi juga membuat pembaca memahami akan fakta serta “isu sosial” yang ada.
Penulisan dalam puisi-essay ini terkesan tidak tergesa-gesa, sehingga menjadikannya sajak yang panjang. Sepadanan larik pun telah diperhitungkan sedemikian rupa sehingga mendapatkan suatu kesan puitik. Dalam karya sastra ini juga tidak terlalu mengedepankan banyak metafora dari kata-kata yang digunakan. Karena memang terkadang metafora menjadikan suatu puisi hanya menjadi kumpulan kata-kata yang tidak dapat dimengerti makna sebenarnya dibuat puisi tersebut. Dan mungkin bahkan tidak diperlukan metafora dalam puisi-esai ini, karena memang rasa pada sajak-sajak ini adalah diarahkan sebagai perenungan yang tenang serta pertimbangan pikiran sebagaimana esai.
Pemaparan tentang perjuangan atas perlawanan diskriminasi dalam kehidupan sosial memiliki nilai tersendiri terhadap buku ini. Selain itu, penyelesaian dalam suatu kisah puisi-esai ini menjadi pembelajaran yang sangat mahal bagi para pembaca. Berbagai kisah dari suka hingga duka dapat tersampaikan dengan sangat hidup oleh penulis, entah itu berakhir menang ataupun kalah. Serta adanya catatan kaki semakin membuat nyata kisah puisi-esai buku ini. Hal itu meninggalkan kesan yang mendalam di ingatan pembaca. Namun, cover atau gambar burung merpati pada sampul buku ini dirasa kurang sesuai dengan tema diskriminasi yang ditonjolkan dalam puisi-esai. Meskipun dengan menyertakan tema cinta juga, tetapi gambar yang diperlihatkan pada sampul buku dirasa tidak mencakup tema keseluruhan yang diusung. Dengan mengambil jenis puisi-esai, buku ini sangat berharga untuk dijadikan referensi dalam membuat karya sastra lainnya oleh sastrawan, serta menjadi buku bacaan yang menginspirasi para pembaca, khususnya pecinta puisi itu sendiri.


Nama : Khaulah Naqiyyah Farhana
Sekolah : SMAN CMBBS Jl. Raya Pandeglang-Labuan Km.3 Kuranten, Pendeglang, Banten. PO Box61/Pandeglang 42201
Lama udah ane tunggu ni momentum. akhirnya nyampe juga. bentar lagi esji bakal naek kelas tiga dan otomatis itu sebagai signal buat kita nentui jurusan buat ke depannya. ane juga masih bingung. antara hobi dan masa depan yang cerah. antara yang umum dan yang syarí. antara ui dan lipia. halah. antara sastra dan juga hafalan qurán. antara belajar atau tilawah. antara tanggung jawab osis dan ibadah. semuanya rumit. setidaknya itu menurut ane. gak tau deh yang laen ngeliat ane kayak gimana di sini. hufft, semuanya pada mau ikut lomba lagi, dan ane tinggal duduk terdiam gitu aje bingung mau ngapain. ikut lomba belom pernah menang. itu dari yang diajuin sama sekolah maupun yang ane ngajuin diri sendiri buat ikut. parah. Liat bang mushab yang jago nulis ane makin minder aja. emang itu sih emang bakat dari kecil. gambar, pinter, sastra, idealis, ckckck kapan ane bisa kayak gitu ye? ckck yaudahlah, tapi ya beginilah ane. mau diapain juga dirubah tetep pribadi ane yang seperti ini. semuanya udah pada balik. ane juga mau balik ke masjid dulu noh baru azan. udah ya.

Berbicara Baik atau Diam.

Seorang yg bijaksana akan sllu berfikir panjang sebelum berbicara. Jika bicaranya dapat menimbulkan kemadlaratan, baik bagi dirinya atau org lain, maka ia akan lebih memilih b'sikap diam. Sebab diam itu bisa m'jauhkan fitnah & permusuhan. " Diam adalah Kebijaksanaan dan sedikit org yg mampu melakukannya ". (HR. Abu Manshur Ad-Dailamy). Mengingat bgtu besarx efek yg ditimbulkan oleh perkataan, maka diam adlh sikap mulia yg m'jadi kebiasaan para Nabi dan Wali Allah. Diam itu indah dan nikmat karen bisa menentramkan bathin dan menyedikitkan resiko yg bisa timbul akibat banyak bicara. Rasulullah saw menganjurkan utk b'gaul dgn org yg diam lagi berwibawa, sebab dia akan mengajarkan berbagai hikmah dan keutamaan. Seperti yg beliau jelaskan dalam sabdanya sbg berikut : ... " Apabila kamu melihat org mukmin yg pendiam lagi berwibawa, maka dekatilah dia. Sesungguhx dia akan mengajarkan hikmah ". (HR. Abu Hurairah, dari haditsnya Abi Khalad)